Rabu, 22 Januari 2014

Solusi Islam Menyikapi Banjir

Musim hujan tahun ini kelihatannya lebih parah daripada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini bisa telihat banyaknya koban banjir di mana-mana tak terkecuali daerah pantura. Jalan-jalan utama di Kudus, Demak, Pati, Jepara dan Rembang tergenang air yang bisa menghambat pengguna jalan. Bahkan di kota Saya sendiri yakni Jepara baru kali ini merasakan banjir yang begitu dahsyat, padahal pada tahun sebelumnya tidak spernah terkena banjir. Hal yang sama juga dikatakan oleh beberapa teman saya di berbagai daerah di pantura. Lantas pertanyaannya kenapa hal ini bisa terjadi?
            Kalau dilihat dari perspektif Alquran kejadian ini adalah akibat dari ulah manusia sendiri yang sering membuang sampah sembarangan, menebang pohon-pohon dan lain sebagainya. Karena pada dasarnya kerusakan di dunia ini baik di darat maupun di laut  itu akibat ulah manusia (Q.S. ar-Rum: 41), atau semua ini merupakan suatu adzab bagi makhluk yang sudah terlalu melanggar perintah-Nya? Itu semua rasional, karena umat-umat terdahulu yang membangkang juga dimusnahkan dengan adzab. Dimulai dari kaum Nabi Nuh yang tidak mau menerima ajakannya harus ditumpas dengan banjir bah yang mematikan semua makhluk yang kafir. Kaum Ad yang merupakan pengikut Nabi Hud juga terlaknat dengan angin kencang (menurut sebagian mufassir angin tersebut dinamakan dabbur) yang berhembusa tanpa henti selama 8 hari 7 malam. Generasi setelahnya pun kaum Tsamud, yang merupakan kaum Nabi Shalih juga ditimpa angin dan petir yang mematikan. Tak ketinggalan pengikut Nabi Luth yang melakukan homo seksual terlaknat dengan hujan batu dari langit. Demikian Kaum Madyan pengikut Nabi Syu’aib juga ditimpa hujan api.  
            Kita semua harus bersyukur pada Allah berkat salah satu di antara dua doa besar Nabi Muhammad yang dikabulkan, yaitu semua makhluk yang ingkar terhadap ajarannya tidak langsung diadzab seketika (sementara doa yang lainnya yaitu umat Muhammad tidak akan meninggal dalam keadaan kelaparan). Ini semua berkat jasanya yang diutus sebagai rahmatan lil ‘alamin. Meski demikian, jangan lantas kita jemawa dengan “garansi” yang diberikan Allah tersebut. Memang benar Allah tidak akan membunuh makhluk yang kafir semua seketika, namun masih memungkinkan untuk mengadzabnya dengan perlahan-lahan. Ada sebagian yang dimusnahkan dengan gunung meletus (seperti kejadian Sinabung), ada yang dengan banjir, dan lain-lain.
            Meski musibah (kalau tidak mau disebut adzab) ada di mana-mana, berkat sifat rahman Allah, senantiasa ada hikmah dibalik itu semua. Para pengangguran yang biasanya tidak mempunyai pekerjaan tiba-tiba bekerja sebagai pendorong mobil yang macet di tengah jalan, pedagang nasi yang biasanya menjualnya dengan harga 3 ribu sekarang naik dua kali lipat, dan sebagainya. Memang tidak salah kerja seperti itu, tapi saya kira kurang etis apabila kita bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Lantas dengan solusi bagaimana kita menyikapinya?
            Mungkin sebagian masyarakat akan berpendapat jalan terbaik adalah istighfar dan menyesali perbuatan dosa masing-masing. Namun kalau melihat isyarat Alquran, sebenarnya hal tersebut kurang tepat. Alquran memerintah agar manusia istighfar dan taubat supaya Allah menurunkan rahmat dari langit yang berupa air hujan, sebagaimana tersurat dalam Q.S. Hud: 52.  Jadi jikalau keadaannya sudah banjir tapi masih istighfar terus, mungkin saja air dari langit (banjir) semakin besar. Lalu bagaimana solusi yang tepat untuk hal ini?
            Alquran memang tidak menjelaskan, namun ada sebuah hadis yang memberikan solusi, yaitu cerita seorang A’rabi yang sowan kepada Nabi seraya mengadu keadaan daerahnya yang kekeringan lalu Nabi menyuruhnya untuk istighfar dan taubat, orang tersebut pun menjalankannya. Selang beberapa waktu, orang tersebut kembali kepada Nabi: Wahai Nabi dengan istighfar terus kita akhirnya dihujani sampai-sampai sekarang terjadi banjir. Akhirnya Nabi menyarankan orang tersebut untuk memperbanyak membaca doa Allahumma hawalaina wala ‘alaina (ya Allah, silahkan Engkau memberi hujan di sekeliling kita, namun jangan pada kita).  Akhirnya benar-benar reda banjir yang terjadi setelah masyarakatnya memperbanyak doa itu.
            Ada dua pelajaran yang dapat diambil dari cerita A’rabi tadi dalam menyikapi banjir, yang pertama minta pertolongan pada Nabi, yang sekarang bisa diimplementasikan dengan membaca salawat padanya (terlebih sekarang masih di bulan kelahiran Nabi) dan yang kedua membaca doa tersebut. Mari sama-sama memperbanyak bacaan Allahumma shalli ‘ala sayyidina muhammad, Allahumma hawalaina wala alaina. Semoga banjir benar-benar reda. Amin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar