Musim hujan tahun ini kelihatannya lebih
parah daripada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini bisa telihat banyaknya koban
banjir di mana-mana tak terkecuali daerah pantura. Jalan-jalan utama di Kudus,
Demak, Pati, Jepara dan Rembang tergenang air yang bisa menghambat pengguna
jalan. Bahkan di kota Saya sendiri yakni Jepara baru kali ini merasakan banjir
yang begitu dahsyat, padahal pada tahun sebelumnya tidak spernah terkena
banjir. Hal yang sama juga dikatakan oleh beberapa teman saya di berbagai
daerah di pantura. Lantas pertanyaannya kenapa hal ini bisa terjadi?
Kalau
dilihat dari perspektif Alquran kejadian ini adalah akibat dari ulah manusia
sendiri yang sering membuang sampah sembarangan, menebang pohon-pohon dan lain
sebagainya. Karena pada dasarnya kerusakan di dunia ini baik di darat maupun di
laut itu akibat ulah manusia (Q.S.
ar-Rum: 41), atau semua ini merupakan suatu adzab bagi makhluk yang sudah
terlalu melanggar perintah-Nya? Itu semua rasional, karena umat-umat terdahulu
yang membangkang juga dimusnahkan dengan adzab. Dimulai dari kaum Nabi Nuh yang
tidak mau menerima ajakannya harus ditumpas dengan banjir bah yang mematikan semua makhluk yang kafir.
Kaum Ad yang merupakan pengikut Nabi Hud juga terlaknat dengan angin kencang
(menurut sebagian mufassir angin tersebut dinamakan dabbur) yang
berhembusa tanpa henti selama 8 hari 7 malam. Generasi setelahnya pun kaum
Tsamud, yang merupakan kaum Nabi Shalih juga ditimpa angin dan petir yang mematikan.
Tak ketinggalan pengikut Nabi
Luth yang melakukan homo seksual
terlaknat dengan hujan batu dari langit. Demikian Kaum Madyan pengikut Nabi
Syu’aib juga ditimpa hujan api.
Kita semua harus bersyukur pada
Allah berkat salah satu di antara dua doa besar Nabi Muhammad yang dikabulkan,
yaitu semua makhluk yang ingkar terhadap ajarannya tidak langsung diadzab
seketika (sementara doa yang lainnya yaitu umat Muhammad tidak akan meninggal
dalam keadaan kelaparan). Ini semua berkat jasanya yang diutus sebagai rahmatan
lil ‘alamin. Meski demikian, jangan lantas kita jemawa dengan “garansi”
yang diberikan Allah tersebut. Memang benar Allah tidak akan membunuh makhluk
yang kafir semua seketika, namun masih memungkinkan untuk mengadzabnya dengan
perlahan-lahan. Ada sebagian yang dimusnahkan dengan gunung meletus (seperti
kejadian Sinabung),
ada yang dengan banjir, dan lain-lain.
Meski musibah (kalau tidak mau
disebut adzab) ada di mana-mana, berkat sifat rahman Allah, senantiasa ada
hikmah dibalik itu semua. Para pengangguran yang biasanya tidak mempunyai
pekerjaan tiba-tiba bekerja sebagai pendorong mobil yang macet di tengah jalan,
pedagang nasi yang biasanya menjualnya dengan harga 3 ribu sekarang naik dua
kali lipat, dan sebagainya. Memang tidak salah kerja seperti itu, tapi saya
kira kurang etis apabila kita bersenang-senang di atas penderitaan orang lain.
Lantas dengan solusi bagaimana kita menyikapinya?
Mungkin sebagian masyarakat akan
berpendapat jalan terbaik adalah istighfar dan menyesali perbuatan dosa
masing-masing. Namun kalau melihat isyarat Alquran, sebenarnya hal tersebut
kurang tepat. Alquran memerintah agar manusia istighfar dan taubat supaya Allah
menurunkan rahmat dari langit yang berupa air hujan, sebagaimana tersurat dalam
Q.S. Hud: 52. Jadi jikalau keadaannya
sudah banjir tapi masih istighfar terus, mungkin saja air dari langit (banjir)
semakin besar. Lalu bagaimana solusi yang tepat untuk hal ini?
Alquran memang tidak menjelaskan,
namun ada sebuah hadis yang memberikan solusi, yaitu cerita seorang A’rabi
yang sowan kepada Nabi seraya mengadu keadaan daerahnya yang kekeringan
lalu Nabi menyuruhnya untuk istighfar dan taubat, orang tersebut pun
menjalankannya. Selang beberapa waktu, orang tersebut kembali kepada Nabi:
Wahai Nabi dengan istighfar terus kita akhirnya dihujani sampai-sampai sekarang
terjadi banjir. Akhirnya Nabi menyarankan orang tersebut untuk memperbanyak
membaca doa Allahumma hawalaina wala ‘alaina (ya Allah, silahkan Engkau
memberi hujan di sekeliling kita, namun jangan pada kita). Akhirnya benar-benar reda banjir yang terjadi
setelah masyarakatnya memperbanyak doa itu.
Ada
dua pelajaran yang dapat diambil dari cerita A’rabi tadi dalam menyikapi
banjir, yang pertama minta pertolongan pada Nabi, yang sekarang bisa diimplementasikan
dengan membaca salawat padanya (terlebih sekarang masih di bulan kelahiran
Nabi) dan yang kedua membaca doa tersebut. Mari sama-sama memperbanyak bacaan Allahumma
shalli ‘ala sayyidina muhammad, Allahumma hawalaina wala alaina. Semoga
banjir benar-benar reda. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar