Rabu, 22 Januari 2014

Solusi Islam Menyikapi Banjir

Musim hujan tahun ini kelihatannya lebih parah daripada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini bisa telihat banyaknya koban banjir di mana-mana tak terkecuali daerah pantura. Jalan-jalan utama di Kudus, Demak, Pati, Jepara dan Rembang tergenang air yang bisa menghambat pengguna jalan. Bahkan di kota Saya sendiri yakni Jepara baru kali ini merasakan banjir yang begitu dahsyat, padahal pada tahun sebelumnya tidak spernah terkena banjir. Hal yang sama juga dikatakan oleh beberapa teman saya di berbagai daerah di pantura. Lantas pertanyaannya kenapa hal ini bisa terjadi?
            Kalau dilihat dari perspektif Alquran kejadian ini adalah akibat dari ulah manusia sendiri yang sering membuang sampah sembarangan, menebang pohon-pohon dan lain sebagainya. Karena pada dasarnya kerusakan di dunia ini baik di darat maupun di laut  itu akibat ulah manusia (Q.S. ar-Rum: 41), atau semua ini merupakan suatu adzab bagi makhluk yang sudah terlalu melanggar perintah-Nya? Itu semua rasional, karena umat-umat terdahulu yang membangkang juga dimusnahkan dengan adzab. Dimulai dari kaum Nabi Nuh yang tidak mau menerima ajakannya harus ditumpas dengan banjir bah yang mematikan semua makhluk yang kafir. Kaum Ad yang merupakan pengikut Nabi Hud juga terlaknat dengan angin kencang (menurut sebagian mufassir angin tersebut dinamakan dabbur) yang berhembusa tanpa henti selama 8 hari 7 malam. Generasi setelahnya pun kaum Tsamud, yang merupakan kaum Nabi Shalih juga ditimpa angin dan petir yang mematikan. Tak ketinggalan pengikut Nabi Luth yang melakukan homo seksual terlaknat dengan hujan batu dari langit. Demikian Kaum Madyan pengikut Nabi Syu’aib juga ditimpa hujan api.  
            Kita semua harus bersyukur pada Allah berkat salah satu di antara dua doa besar Nabi Muhammad yang dikabulkan, yaitu semua makhluk yang ingkar terhadap ajarannya tidak langsung diadzab seketika (sementara doa yang lainnya yaitu umat Muhammad tidak akan meninggal dalam keadaan kelaparan). Ini semua berkat jasanya yang diutus sebagai rahmatan lil ‘alamin. Meski demikian, jangan lantas kita jemawa dengan “garansi” yang diberikan Allah tersebut. Memang benar Allah tidak akan membunuh makhluk yang kafir semua seketika, namun masih memungkinkan untuk mengadzabnya dengan perlahan-lahan. Ada sebagian yang dimusnahkan dengan gunung meletus (seperti kejadian Sinabung), ada yang dengan banjir, dan lain-lain.
            Meski musibah (kalau tidak mau disebut adzab) ada di mana-mana, berkat sifat rahman Allah, senantiasa ada hikmah dibalik itu semua. Para pengangguran yang biasanya tidak mempunyai pekerjaan tiba-tiba bekerja sebagai pendorong mobil yang macet di tengah jalan, pedagang nasi yang biasanya menjualnya dengan harga 3 ribu sekarang naik dua kali lipat, dan sebagainya. Memang tidak salah kerja seperti itu, tapi saya kira kurang etis apabila kita bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Lantas dengan solusi bagaimana kita menyikapinya?
            Mungkin sebagian masyarakat akan berpendapat jalan terbaik adalah istighfar dan menyesali perbuatan dosa masing-masing. Namun kalau melihat isyarat Alquran, sebenarnya hal tersebut kurang tepat. Alquran memerintah agar manusia istighfar dan taubat supaya Allah menurunkan rahmat dari langit yang berupa air hujan, sebagaimana tersurat dalam Q.S. Hud: 52.  Jadi jikalau keadaannya sudah banjir tapi masih istighfar terus, mungkin saja air dari langit (banjir) semakin besar. Lalu bagaimana solusi yang tepat untuk hal ini?
            Alquran memang tidak menjelaskan, namun ada sebuah hadis yang memberikan solusi, yaitu cerita seorang A’rabi yang sowan kepada Nabi seraya mengadu keadaan daerahnya yang kekeringan lalu Nabi menyuruhnya untuk istighfar dan taubat, orang tersebut pun menjalankannya. Selang beberapa waktu, orang tersebut kembali kepada Nabi: Wahai Nabi dengan istighfar terus kita akhirnya dihujani sampai-sampai sekarang terjadi banjir. Akhirnya Nabi menyarankan orang tersebut untuk memperbanyak membaca doa Allahumma hawalaina wala ‘alaina (ya Allah, silahkan Engkau memberi hujan di sekeliling kita, namun jangan pada kita).  Akhirnya benar-benar reda banjir yang terjadi setelah masyarakatnya memperbanyak doa itu.
            Ada dua pelajaran yang dapat diambil dari cerita A’rabi tadi dalam menyikapi banjir, yang pertama minta pertolongan pada Nabi, yang sekarang bisa diimplementasikan dengan membaca salawat padanya (terlebih sekarang masih di bulan kelahiran Nabi) dan yang kedua membaca doa tersebut. Mari sama-sama memperbanyak bacaan Allahumma shalli ‘ala sayyidina muhammad, Allahumma hawalaina wala alaina. Semoga banjir benar-benar reda. Amin. 

Minggu, 19 Januari 2014

AL-QUR’AN PUN BERBICARA CINTA

Makna cinta itu masih diperselisihkan, hal ini karena cinta tidak dapat dideteksi kecuali melalui gejala psikologis, sifat, perilaku, dan pengaruh yang diakibatkan pada diri seseorang yang mengalaminya. Menurut kamus bahasa Indonesia kata cinta sendiri mempunya arti kasih sayang, suka sekali, dan sayang sekali.
Sedangkan menurut sebagian kaum sufi, cinta adalah dasar dan prinsip perjalanan menuju Allah. Semua keadaan dan peringkat yang dialami oleh salik adalah tingkat-tingkat cinta kepada-Nya, dan semua maqam dapat mengalami kehancuran, kecuali cinta. Ia tidak bisa hancur dalam keadaan apapun selama jalan menuju Allah tetap ditelusuri. 
Menurut hadis Nabi, orang yang sedang jatuh cinta cenderung selalu mengingat dan menyebut orang yang dicintainya dan juga bisa diperbudak oleh cintanya. Kata Nabi juga, ciri dari cinta sejati ada tiga, yaitu: pertama, lebih suka berbicara dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain. Kedua, lebih suka berkumpul dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain. Ketiga, lebih suka mengikuti kemauan yang dicintai dibanding kemauan orang lain/diri sendiri. (Abu Hamid al-Ghazali: 331)
Dalam al-Qur’an banyak kata yang menunjukkan kata cinta (hubb) dengan berbagai derivasinya, baik yang berupa verbal maupun nominal, baik yang berupa plural maupun singular. Tercatat sekitar 100 kata yang berasal dari kata dasar hubb, wudd, syauq maupun lainnya (Muhammad Sidqi al-‘Athar, Mu’jam Mufahras li al-Fazh al-Qur’an). Berikut beberapa macam cinta yang disebut oleh al-Qur’an dan penjelasannya.
Pertama, cinta Mawaddah adalah jenis cinta menggebu-gebu, membara dan “nggemesi”. Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selalu berdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Kedua, cinta Rahmah adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding terhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih meski untuk itu ia harus menderita.
Ketiga, cinta Mail, adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedot seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al-Qur’an disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al-mail).
Keempat, cinta Syaghaf. Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir tak menyadari apa yang dilakukan. Al-Qur’an menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha kepadaYusuf.
Kelima, cinta Ra’fah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma kebenaran. Al-Qur’an menyebut term ini ketika mengingatkan agar janganlah cinta rafah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini kasus hukuman bagi pezina (Q.S. 24:2). Keenam, cinta Shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku penyimpang tanpa sanggup mengelak. Al-Qur’an menyebut term ni ketika mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan Zulaiha (berupa masuk penjara), sebab jika tidak lama kelamaan Yusuf tergelincir dalam perbuatan bodoh, wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min al-jahilin (Q.S. 12:33).
Ketujuh, cinta Syauq (rindu). Term ini bukan dari al Qur’an tetapi dari hadis yang menafsirkan al- Qur’an. Dalam (Q.S. 29:5) dikatakan bahwa barang siapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa ma’tsur riwayat Ahmad; wa as’aluka ladzzata an nadzori ila wajhika wa as syauqa ila liqa’ika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan-Mu. Sementara yang terakhir, yaitu cinta Kulfah, yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positif meski sulit. Jenis cinta ini disebut al Qur’an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, la yukallifullah nafsan illa wus`aha (Q.S. 2:286).
            Al-Qur’an tidak menafikan bahwa manusia diberikan rasa cinta kepada lawan jenis, anak, harta benda, kendaraan dan lain sebagainya. Namun bagi orang yang taqwa besok di akhirat akan mendapatkan balasan yang lebih baik dari itu semua yaitu surga, bidadari, dan ridha Allah (Q.S. 3:14-15). Al-Qur’an pun dalam ayat lain menjelaskan bahwa cinta hakiki seorang muslim harus ada pada 3 hal, Allah, Rasul-Nya, dan jihad (Q.S. 9: 24).


Selasa, 07 Januari 2014

Ngaji Nuzhatul Muttaqin Bareng Kang Ozy

وعن أنَسٍ  رضي الله عنه، قَالَ : لَمَّا ثَقُلَ النَّبيُّ - صلى الله عليه وسلم - جَعلَ يَتَغَشَّاهُ الكَرْبُ ، فَقَالَتْ فَاطِمَةُ رضي الله عنها : وَاكَربَ أَبَتَاهُ . فقَالَ : لَيْسَ عَلَى أَبيكِ كَرْبٌ بَعْدَ اليَوْمِ فَلَمَّا مَاتَ ، قَالَتْ : يَا أَبَتَاهُ، أَجَابَ رَبّاً دَعَاهُ ! يَا أَبتَاهُ، جَنَّةُ الفِردَوسِ مَأْوَاهُ ! يَا أَبَتَاهُ ، إِلَى جبْريلَ نَنْعَاهُ ! فَلَمَّا دُفِنَ قَالَتْ فَاطِمَةُ رَضي الله عنها : أَطَابَتْ أنْفُسُكُمْ أنْ تَحْثُوا عَلَى رَسُول الله صلى الله عليه وسلم التُّرَابَ ؟! رواه البخاري .
28.          Diriwayatkan dari Anas radiyallahu ’anhu; ia Berkata : ketika Nabi shallahu ‘alaihi wa salam menderita sakit keras dan mengalami penderitaan (menjelang wafatnya), Fathimah radhiyallahu ’anha  berkata: “ Duhai.... alangkah menderitanya Ayah!” Beliau bersabda: “ Ayahmu tidak akan menderita lagi setelah hari ini.” Ketika beliau wafat, fatimah berkata : “ wahai ayahku, yang telah memenuhi panggilan rabb; wahai Ayahku, surga firdauslah tempat kembalinya;wahai ayahku kepada jibril kami mengabarkan kepergiannya.” Dan ketika beliau telah di kubur, Fatimah berujar: “ senangkah jiwa kamu sekalian jika menaburkan tanah diatas makam rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam?” (Bukhari 4462).
Pelajaran yang terkandung dalam hadits
1.    Orang yang hendak meninggal (sekarat) boleh menampakkan rasa sakitnya ketika menghadapi sakaratul-maut.
2.    Boleh menyebutkan sifat atau keadaan yang dihadapi si mayit setelah kematianya.
3.    Kesabaran rasulallah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam menghadapi sakaratul-maut dan penderitaan yang luar biasa didalamnya.
4.    Nabi juga mengalami sakitnya sakratul maut sebagaimana yang dialami oleh umatnya.
5.    Sakitnya rasul saat sakratul maut bukan karena balasan perbuatannya tapi agar mendapat pahala yang berlipat.
6.    Nabi tidak akan merasakan peristiwa yang berat lagi setelah sakratul maut. Terlebih saat di surga beliau akan mendapatkan kedudukan yang tinggi.
7.    Peristiwsa yang paling berat dialami seseorang adalah saat sakratul maut.
8.    Anjuran untuk berdoa agar mendapatkan surga firdaus karena merupakan surga yang paling tinggi tingkatannya.
9.    Para sahabat sangat merasa kehilangan dan tidak senang (berduka) saat Rasulullah dimakamkan. Hal ini dibuktikan dengan tidak menjawabnya mereka terhadap pertanyaan Fatimah.

وعن أبي زَيدٍ أُسَامَةَ بنِ زيدِ بنِ حارثةَ مَوْلَى رسولِ الله صلى الله عليه وسلم وحِبِّه وابنِ حبِّه رضي اللهُ عنهما ، قَالَ : أرْسَلَتْ بنْتُ النَّبيِّ  صلى الله عليه وسلم  إنَّ ابْني قَد احْتُضِرَ فَاشْهَدنَا ، فَأَرْسَلَ يُقْرىءُ السَّلامَ ، ويقُولُ : (( إنَّ لله مَا أخَذَ وَلَهُ مَا أعطَى وَكُلُّ شَيءٍ عِندَهُ بِأجَلٍ مُسَمًّى فَلتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ )) فَأَرسَلَتْ إِلَيْهِ تُقْسِمُ عَلَيهِ لَيَأتِينَّهَا . فقامَ وَمَعَهُ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ ، وَمُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ ، وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ ، وَزَيْدُ بْنُ ثَابتٍ ، وَرجَالٌ رضي الله عنهم، فَرُفعَ إِلَى رَسُول الله صلى الله عليه وسلم الصَّبيُّ، فَأقْعَدَهُ في حِجْرِهِ وَنَفْسُهُ تَقَعْقَعُ ، فَفَاضَتْ عَينَاهُ فَقالَ سَعدٌ : يَا رسولَ الله ، مَا هَذَا ؟ فَقالَ : (( هذِهِ رَحمَةٌ جَعَلَها اللهُ تَعَالَى في قُلُوبِ عِبَادِهِ )) وفي رواية : (( فِي قُلُوبِ مَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادِهِ ، وَإِنَّما يَرْحَمُ اللهُ مِنْ عِبادِهِ الرُّحَماءَ )) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ .

29.          Diriwayatkan dari Abu Zaid Usamah bin Zaid Haritsah, mantan budak, kekasih dan anak kekasih rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam; ia berkata: “ salah seorang putri nabi shallahu ‘alaihi wa sallam  mengutus seseorang untuk menyampaikan pesan berikut (kepada Nabi): anakku akan meninggal, karena itulah datanglah kepada kami, kemudian nabi hanya menyampaikan salam seraya bersabda: “sungguh menjadi hak Allah untuk mengambil atau memberi, dan segala sesuatu disertai dengan ajal yang telah ditentukan disisi-Nya , maka hendaklah kamu sabar dan mohonlah pahala kepada allah.” Kemudian orang yang disuruh itu datang kembali sambil  meminta dengan sangat serta di barengi dengan sumpah agar beliau memenuhinya maka pergilah beliau bersama Sa’id bin ‘ubadah, Mu’adz bin Jabal, Ubay bin Ka’b,Zaid bin Tsabit, dan beberapa sahabat yang lain.
Anak sakit itupun disodorkan kepada rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, lantas didudukan dipangkuan  Beliau, sedang nafasnya tersengal-sengal, maka meneteslah air mata beliau. Kemudian sa’ad bertanya: “wahai Rasulallah, kenapa engkau menteskan air mata?” beliau menjawab tetesan airmata itu merupakan rahmat yang dikaruniakn allah ta’ala kedalam hati hamba-hambanya.” Dalam riwayat lain dikatakan: kedalam hati hamba-hamba yang dikehendaki-nya, dan sesungguhnya allah menyayangi hamba-hamanya yang menpunyai rasa sayang (terhadap sesamanya)” (muttafaqun ‘alaih, bukhari 1284 dan muslim 923)
Penjelasan hadis
Putri Nabi yang dimaksud adalah Zainab, sedangkan Anaknya yang mengalami sakratul maut bernama Ali.
Beberapa sahabat lain, menurut para pensyarah hadis adalah Ubadah bin Shamit, Usamah dan Abdurrahman bin Auf.
Pelajaran yang terkandung dalam hadits
1.    Boleh menghadirkan orang yang dianggap mempunyai keutamaan kepada orang tengah menghadapi kematian, karena mengharap berkah dan doanya, serta di perbolehkannya bersumpah kepadanya.
2.    Undangan selain walimah hukumnya tidak wajib untuk mendatanginya.
3.    Anjuran untuk memenuhi undangan orang yang mengucapkan sumpah.
4.    Allah berkuasa untuk memberi dan mencabut kembali pemberiannya.
5.    Ajal seseorang sudah ditentukan Allah, tidak bisa dimajukan dan juga tidak bisa diakhirkan.
6.    Kesunnahan untuk mendatangkan orang yang alim saat seseorang mengalami sakratul maut.
7.    Kesunnahan bagi anggota keluarga untuk berada di samping orang yang mengalami sakratul maut.
8.    Hendaknya seseorang sabar terhadap ketentuan Allah dan dengan kesabaran itu niat untuk mencari ridlo serta balasan dari Allah.
9.    Kesabaran seseorang terhadap ketentuan Allah itu termasuk bagian dari amal shalih.
10.     Anjuran untuk berbelas kasihan dan menyanyangi semua makhluk Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
11.     Orang yang mengasihi makhluk Allah maka akan dikasihi Allah.
12.     Peringatan agar tidak berhati keras dan bermata beku,
13.     Boleh menangis tanpa meratap.
14.     Menghibur orang yang tengah mendapat musibah dengan sesuatu yang meringankan beban ujiannya.

وعن صهيب رضي الله عنه: أنَّ رسولَ الله - صلى الله عليه وسلم، قَالَ : (( كَانَ مَلِكٌ فيمَنْ كَانَ قَبلَكمْ وَكَانَ لَهُ سَاحِرٌ فَلَمَّا كَبِرَ قَالَ للمَلِكِ : إنِّي قَدْ كَبِرْتُ فَابْعَثْ إلَيَّ غُلاماً أُعَلِّمْهُ السِّحْرَ ؛ فَبَعثَ إِلَيْهِ غُلاماً يُعَلِّمُهُ ، وَكانَ في طرِيقِهِ إِذَا سَلَكَ رَاهِبٌ ، فَقَعدَ إِلَيْه وسَمِعَ كَلامَهُ فَأعْجَبَهُ ، وَكانَ إِذَا أتَى السَّاحِرَ ، مَرَّ بالرَّاهبِ وَقَعَدَ إِلَيْه ، فَإذَا أَتَى السَّاحِرَ ضَرَبَهُ ، فَشَكَا ذلِكَ إِلَى الرَّاهِب ، فَقَالَ : إِذَا خَشيتَ السَّاحِرَ ، فَقُلْ : حَبَسَنِي أَهْلِي ، وَإذَا خَشِيتَ أهلَكَ ، فَقُلْ : حَبَسَنِي السَّاحِرُ . فَبَيْنَما هُوَ عَلَى ذلِكَ إِذْ أَتَى عَلَى دَابَّةٍ عَظِيمَةٍ قَدْ حَبَسَتِ النَّاسَ ، فَقَالَ : اليَوْمَ أعْلَمُ السَّاحرُ أفْضَلُ أم الرَّاهبُ أفْضَلُ ؟ فَأخَذَ حَجَراً، فَقَالَ : اللَّهُمَّ إنْ كَانَ أمْرُ الرَّاهِبِ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ أمْرِ السَّاحِرِ فَاقْتُلْ هذِهِ الدّابَّةَ حَتَّى يَمضِي النَّاسُ ، فَرَمَاهَا فَقَتَلَها ومَضَى النَّاسُ ، فَأتَى الرَّاهبَ فَأَخبَرَهُ . فَقَالَ لَهُ الرَّاهبُ : أَيْ بُنَيَّ أَنْتَ اليَومَ أفْضَل منِّي قَدْ بَلَغَ مِنْ أَمْرِكَ مَا أَرَى ، وَإنَّكَ سَتُبْتَلَى ، فَإن ابْتُلِيتَ فَلاَ تَدُلَّ عَلَيَّ ؛ وَكانَ الغُلامُ يُبْرىءُ الأكْمَهَ وَالأَبْرصَ ، ويداوي النَّاسَ مِنْ سَائِرِ الأَدْوَاء . فَسَمِعَ جَليسٌ لِلملِكِ كَانَ قَدْ عَمِيَ ، فأتاه بَهَدَايا كَثيرَةٍ ، فَقَالَ : مَا ها هُنَا لَكَ أَجْمعُ إنْ أنتَ شَفَيتَنِي ، فَقَالَ : إنّي لا أشْفِي أحَداً إِنَّمَا يَشفِي اللهُ تَعَالَى ، فَإنْ آمَنْتَ بالله تَعَالَى دَعَوتُ اللهَ فَشفَاكَ ، فَآمَنَ بالله تَعَالَى فَشفَاهُ اللهُ تَعَالَى ، فَأَتَى المَلِكَ فَجَلسَ إِلَيْهِ كَما كَانَ يَجلِسُ ، فَقَالَ لَهُ المَلِكُ : مَنْ رَدّ عَلَيْكَ بَصَرَكَ ؟ قَالَ : رَبِّي ، قَالَ : وَلَكَ رَبٌّ غَيري ؟ قَالَ : رَبِّي وَرَبُّكَ اللهُ ، فَأَخَذَهُ فَلَمْ يَزَلْ يُعَذِّبُهُ حَتَّى دَلَّ عَلَى الغُلامِ ، فَجيء بالغُلاَمِ ، فَقَالَ لَهُ المَلِكُ : أيْ بُنَيَّ ، قَدْ بَلَغَ مِنْ سِحْرِكَ مَا تُبْرىء الأَكْمَهَ وَالأَبْرَصَ وتَفْعَلُ وتَفْعَلُ ! فَقَالَ : إنِّي لا أَشْفي أحَداً ، إِنَّمَا يَشفِي الله تَعَالَى . فَأَخَذَهُ فَلَمْ يَزَلْ يُعَذِّبُهُ حَتَّى دَلَّ عَلَى الرَّاهبِ ؛ فَجِيء بالرَّاهبِ فَقيلَ لَهُ : ارجِعْ عَنْ دِينكَ ، فَأَبَى ، فَدَعَا بِالمِنْشَارِ فَوُضِعَ المِنْشَارُ في مَفْرق رَأسِهِ ، فَشَقَّهُ حَتَّى وَقَعَ شِقَّاهُ ، ثُمَّ جِيءَ بِجَليسِ المَلِكِ فقيل لَهُ : ارْجِعْ عَنْ دِينِكَ ، فَأَبَى ، فَوضِعَ المِنْشَارُ في مَفْرِق رَأسِهِ ، فَشَقَّهُ بِهِ حَتَّى وَقَعَ شِقَّاهُ ، ثُمَّ جِيءَ بالغُلاَمِ فقيلَ لَهُ : ارْجِعْ عَنْ دِينكَ ، فَأَبَى ، فَدَفَعَهُ إِلَى نَفَرٍ مِنْ أصْحَابهِ ، فَقَالَ : اذْهَبُوا بِهِ إِلَى جَبَلِ كَذَا وَكَذَا فَاصْعَدُوا بِهِ الجَبَل ، فَإِذَا بَلَغْتُمْ ذِرْوَتَهُ فَإِنْ رَجَعَ عَنْ دِينِهِ وَإلاَّ فَاطْرَحُوهُ . فَذَهَبُوا بِهِ فَصَعِدُوا بِهِ الجَبَلَ ، فَقَالَ : اللَّهُمَّ أكْفنيهمْ بِمَا شِئْتَ ، فَرَجَفَ بهِمُ الجَبلُ فَسَقَطُوا، وَجاءَ يَمشي إِلَى المَلِكِ ، فَقَالَ لَهُ المَلِكُ : مَا فَعَلَ أصْحَابُكَ ؟ فَقَالَ : كَفَانِيهمُ الله تَعَالَى ، فَدَفَعَهُ إِلَى نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ : اذْهَبُوا بِهِ فاحْمِلُوهُ في قُرْقُورٍ وتَوَسَّطُوا بِهِ البَحْرَ ، فَإنْ رَجعَ عَنْ دِينِهِ وإِلاَّ فَاقْذِفُوهُ . فَذَهَبُوا بِهِ ، فَقَالَ : اللَّهُمَّ أكْفِنيهمْ بمَا شِئْتَ ، فانْكَفَأَتْ بِهمُ السَّفينةُ فَغَرِقُوا ، وَجَاء يَمْشي إِلَى المَلِكِ . فَقَالَ لَهُ المَلِكُ : مَا فعلَ     أصْحَابُكَ ؟ فَقَالَ : كَفَانيهمُ الله تَعَالَى . فَقَالَ لِلمَلِكِ : إنَّكَ لَسْتَ بقَاتلي حَتَّى تَفْعَلَ مَا آمُرُكَ بِهِ . قَالَ : مَا هُوَ ؟ قَالَ : تَجْمَعُ النَّاسَ في صَعيدٍ وَاحدٍ وتَصْلُبُني عَلَى جِذْعٍ ، ثُمَّ خُذْ سَهْماً مِنْ كِنَانَتي ، ثُمَّ ضَعِ السَّهْمَ في كَبدِ القَوْسِ ثُمَّ قُلْ : بسْم الله ربِّ الغُلاَمِ، ثُمَّ ارْمِني، فَإنَّكَ إِذَا فَعَلْتَ ذلِكَ قَتَلتَني، فَجَمَعَ النَّاسَ في صَعيد واحدٍ ، وَصَلَبَهُ عَلَى جِذْعٍ ، ثُمَّ أَخَذَ سَهْماً مِنْ كِنَانَتِهِ ، ثُمَّ وَضَعَ السَّهْمَ في كَبِدِ القَوْسِ ، ثُمَّ قَالَ : بِسمِ اللهِ ربِّ الغُلامِ ، ثُمَّ رَمَاهُ فَوقَعَ في صُدْغِهِ، فَوَضَعَ يَدَهُ في صُدْغِهِ فَمَاتَ ، فَقَالَ النَّاسُ : آمَنَّا بِرَبِّ الغُلامِ ، فَأُتِيَ المَلِكُ فقيلَ لَهُ : أَرَأَيْتَ مَا كُنْتَ تَحْذَرُ قَدْ والله نَزَلَ بكَ حَذَرُكَ . قَدْ آمَنَ النَّاسُ . فَأَمَرَ بِالأُخْدُودِ بأفْواهِ السِّكَكِ فَخُدَّتْ وأُضْرِمَ فيهَا النِّيرانُ وَقَالَ : مَنْ لَمْ يَرْجعْ عَنْ دِينهِ فَأقْحموهُ فيهَا ، أَوْ قيلَ لَهُ: اقتَحِمْ فَفَعَلُوا حَتَّى جَاءت امْرَأةٌ وَمَعَهَا صَبيٌّ لَهَا ، فَتَقَاعَسَتْ أنْ تَقَعَ فيهَا، فَقَالَ لَهَا الغُلامُ : يَا أُمهْ اصْبِري فَإِنَّكِ عَلَى الحَقِّ ! )) رواه مسلم .
30.          Diriwayatkan dari Shuhaib bahwa rasulullah Sholallah ‘alahiwasallam bersabda: ‘’ Dulu kala ada seorang raja yang mempunyai tukang sihir ketika tukang sihir itu telah tua, ‘Saya sudah tua kirimkanlah seorang pemuda kepada saya, akan saya ajari ilmu sihir’ sang raja mengirim seorang pemuda kepadanya. Ditengah perjalanan, pemuda tersebut bertemu seorang pendeta lalu dia duduk untuk mendengarkan ajaran pendeta tadi yang ternyata sangat menyenangkan. Bila ia pergi untuk mendatangi tukang sihir, ia menemui pendeta lebih dulu dan mendengarkan ajarannya. Manakala pemuda itu bertemu dengan tukang sihir, ia di pukuli. Dan ketika hal itu di adukan kepada sang pendeta, ia berkata bila kamu merasa takut kepada tukang sihir, katakan ‘keluargaku menahanku’ dan kalau kamu khawatir dimarahi keluargamu katakan ‘tukang sihir menahanku’. Ketika pemuda itu dalam keadaan demikian, tiba- tiba ada binatang raksasa yang melintangi jalan orang- orang maka ia berkata: ‘hari ini aku akan tahu manakah yang lebih utam; tukang sihir atau pendeta ?. ‘Kemudian dia mengambil batu seraya berkata: Wahai Allah, jika ajran pendeta itu lebih engkau sukai dari pada ajaran tukang sihir, bunuhlah binatang ini sehingga orang- orang bisa lewat.’ Binatang itu pun dilemparnya dengan batu, lalu mati, dan orang- orang bisa lalu lalang kembali setelah itu ia menemui pendeta dan menceritakan kejadian tadi sang pendeta berkata: ‘wahai anakku, hari ini kamu lebih utama dariku, kamu telah mencapai apa yang tidak bisa kucapai, dan kamu akan diuji. Kalau kamu di uji, jangan menunjukan kepadaku’. Sementara pemuda tadi dapat menyembuhkan orang buta, penderita penyakit kusta, dan mengobati beragam penyakit yang diderita manusia. Keahliannya itu terdengar yang buta, maka ia dipanggil dan di janjikan akan diberi hadiah yang banyak. Kata menteri itu: “Kalau kamu dapat menyembuhkan aku, maka segenap yang ada disini akan kuberikan padamu”. Saut pemuda itu: “Saya tidak dapat menyembuhkan seorangpun. Yang bisa menyembuhkan hanyalah Allah. Kalau anda mau beriman kepada Allah, aku akan berdo’a agar Dia menyembuhkan anda”. Sang mentri mau beriman, maka Allah pun menyembuhkannya. Kemudian ia menghadap raja dan ikut bersidang seperti biasanya. “Siapa yang mengembalikan penglihatanmu itu?” tanya sang raja kepadanya. Mentri menjawab: “Tuhan saya”. Sang raja bertanya lagi: “apakah kamu mempunyai tuhan selain aku?. Jawab menteri: “tuhan saya dan tuhan anda adalah Allah”. Maka ia ditangkap dan disiksa terus- menerus sampai akhirnya ia menunjuk sang pemuda. Kemudian si pemuda di datangkan, lalu raja berkata kepadanya: “hai anakku, aku telah mendengar bahwa dengan sihirmu kamu bisa menyembuhkan orang buta, sakit kusta dan lain- lain”.
Pemuda itu berkata: “sesungguhnya saya tidak dapat menyembuhkan seorangpun. Yang dapat menyembuhkan hanyalah Allah”. Maka ia di tangkap lalu disiksa terus- menerus sehingga akhirnya ia menunjuk sang pendeta. Sang pendetapun dihadapkan lalu dikatakan kepadanya: “keluarlah dari agamamu!” pendeta menolak, maka sang raja meminta gergaji lalu diletakkan di tengah- tengah kepala sang pendeta, lantas tubuh sang pendeta di gergaji hingga terbelah menjadi dua bagian. Kemudian sang pemuda dihadapkan dan dikatakatan kepadanya:’’ keluarlah dari agamu!’’ pemuda itu menolak , maka pemuda itu diserah kan kepada sekelompok pengituk raja. Kemudian raja menitahkan: “ bawalah dia ke gunung anu. Apabila kamu talah sampai ke puncaknya, dan jika ia mau keluar dari agamanya, (bawalah kembali). Tapi kalau tidak mau, lemparkan lah dia”.
Mereka membawa pemuda tadi kepuncak gunung, pemuda tadi berdoa: “ wahai allah, jagalah aku dari kejahatan mereka dengan cara yang engaku kehendaki”. Kemudian gunung itu berguncang dengan dahsyat sehingga meraka jatuh dan mati. Lalu si pemuda menemu raja, dan raja pun bertanya: ”apa yang terjadi dengan orang-orang yang membawa kamu?’’ si pemuda menjawab: ”Allah menjaga aku dari kejahatan mereka”. Setelah itu, raja menyerahkan pemuda itu kepada sekelompok pegawainya, seraya menitahkan: ‘’ pergialah dan bawalah ia di tengah- tengah samudra dengan kapal jika ia keluar dari agamanya, (bawalah pulang). Tapi jika tidak mau lemparkanlah ia ke laut. Mereka pun membawa pemuda tersebut, lalu pemuda tadi berdo’a: “Wahai Allah jagalah aku dari kejahata mereka sesuai dengan cara yang engkau kehendaki”. Kemudian prahu mereka terbalik, dan mereka tenggelam. Lalu pemuda itu menemui raja, dan rajapun bertanya “apa yang terjadi dengan orang- orang yang membawa kamu?”. Si pemuda menjawab: “Allah menjaga aku dari kejahatan mereka. Sesungguhnya anda tidak akan bisa membunuhku, kecuali jika anda mau melakukan apa yang ku perintahkan”. Sang raja bertanya: “Apa perintahmu?” Sipemuda berkata: kumpulkan orang- orang di suatu tempat yang tinggi, lalu saliblah aku pada sebatang kayu kemudian ambil anak panah dari selongsong anak panahku, letekkan ditengah- tengah busur, lalu ucapkan بسْم الله ربِّ الغُلاَمِ (dengan asma Allah, rabb si pemuda). Setelah itu panahlah aku. Kalau anda mau mengerjakan perintahku itu, niscaya anda dapat membunuhku”.
Kemudian sang raja mengumpulkan orang- orang di suatu dataran yang tinggi, dan si pemuda disalib. Setelah itu ia mengambil sebatang panah dari selongsongnya dan diletakan ditengah- tengah busur, seraya membaca بسْم الله ربِّ الغُلاَمِ
Sang raja pun memanah pemuda itu, dan tepat mengenai pelipisnya, lalu sipemuda meletakkan tangannya ke pelipisnya yang terkena panah, dan ia pun mati. Maka orang-orang berseru: “ kami beriman kepada rabb pemuda itu....” . setelah kejadian tersebut, sanag raja ditanya: “ bagaimana pendapat anda tentang apa yang anda pernah cemaskan? Sungguh telah terjadi apa yang anda cemaskan; orang-orang beriman”.
Mendengar demikian, sang raja memerintahkan penggalian parit-parit di mulut-mulut jalan. Lalu digalilah parit tersebut, dan didalamnya dinyalakan api. Lalu ia berkata kepada pengikutnya: ‘’ siapa yang tidak mau keluar dari agamanya, lemparkanlah ia kedalam api, atau katakanlah kepadanya, “menceburlah”.para pengikut raja pun melaksanakan perintahnya, hingga tiba giliran seorang wanita yang membawa seorang anak kecil. Ia tertegun dan tidak segera menceburkan diri kedalam api. Maka sang anak pun berkata: “ ibu, tabahlah! Karena engkau dalam kebenaran” (muslim 3005).

Penjelasan kata dalam hadis
Raja yang dimaksud adalah raja Najran, sedangkan pemuda yang akan diajari sihir bernama Abd bin Tamir. Sedangkan hewan yang merintanginya adalah macan.
Pelajaran yang terkandung dalam hadits
1.    Penegasan pada kemulian (karomah) para wali (kekasih) Allah subhanahu wa ta’ala.
2.    Boleh berdusta dalam peperangan dan sejenisnya, atau imannya akan menyelamatkan diri dari ancaman kematian.
3.    Seorang mukmin akan diuji dalam kesungguhan imannya dan keteguhannya diatas kebenaran, meski hal itu menyebabkan jiwanya melayang.
4.    Yang bisa menyembuhkan penyakit hanyalah Allah, manusia ataupun obat-obatan hanyalah sebagai lantaran saja.
5.    Allah ketika menghendaki sesuatu pasti melalui sebab.
6.    Setiap perjuangan pasti butuh pengorbanan.
7.    Perintah untuk totalitas dalam berjuang di jalan Allah.
8.    Pengorbanan dalam berdakwah dan memperjuangkan kebenaran.
9.    Allah akan memberikan pertolongan bagi orang yang mau sabar dalam menghadapi segala sesuatu. Baik sabar menjalankan ketaatan, sabar menjauhi maksiyat, maupun sabar menghadapi musibah.
10.        Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala pasti memenangkan kebenaran dan menolong pendukungnya, serta mengalahkan kebatilan dan pendukungnya.
11.        Menjaga keimanan bil lisan wal qolbi itu lebih utama daripada hanya menjaga bil qolbi, sebagaimana Bilal lebih utama daripada Ammar.
12.        Dalam hadits tersebut terdapat subuah isyarat bahwa seorang boleh mengorbankan dirinya sendiri, jika hal itu membawa kemaslahatan bagi agamanya secara keseluruhan.
13.        Kisah ini membuktikan kemujizatan al-qur’an, karena terdapat cerita tentang hal ghaib yang dilupakan para ahli sejarah. Padahal al-qur’an telah mensinyalir tentang cerita ashabul-ukhdud: “binasa dan terlaknat lah ashhabul-ukhdud (orang-orang yang membuat parit).(al-buruj [85]:4).
14.        Seorang murabbi (guru) bisa memberikan taujih (pengarahan) melalui sebuah kisah/cerita, karena hal itu dapat menorehkan kesan yang kadang tidak bisa dicapai dengan nasihat secara langsung.
15.        Cerita merupakan salah satu metode pembelajaran yang efektif untuk menanamkan dan mencontoh sifat yang terpuji dan meninggalkan sifat tercela.

وعن أنس رضي الله عنه، قَالَ : مَرَّ النَّبيُّ  صلى الله عليه وسلم  بامرأةٍ تَبكي عِنْدَ قَبْرٍ ، فَقَالَ :(( اتّقِي الله واصْبِري )) فَقَالَتْ : إِليْكَ عَنِّي ؛ فإِنَّكَ لم تُصَبْ بمُصِيبَتي وَلَمْ تَعرِفْهُ ، فَقيلَ لَهَا : إنَّه النَّبيُّ صلى الله عليه وسلم فَأَتَتْ بَابَ النَّبيِّ  صلى الله عليه وسلم، فَلَمْ تَجِدْ عِنْدَهُ بَوَّابينَ ، فقالتْ : لَمْ أعْرِفكَ ، فَقَالَ : ((إنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولى)) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ . وفي رواية لمسلم : (( تبكي عَلَى صَبيٍّ لَهَا )) .

31.          Diriwayatkan Anas radhiyallahu ‘anhu; ia berkata: “ ketika Nabi shallallahu ‘alaih wa sallam menjumpai seorang wanita menangis diatas kubur, maka beliau bersabda: ‘ bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah!’ jawab wanita itu: ‘ pergilah engkau dariku, engkau tidak tertimpa musibah sebagaimana yang aku alami!’ wanita itu tidak tahu bahwa yang berkata adalah Nabi. Lalu ada seseorang yang memberitahukan kalau itu adalah Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam . maka wanita itu segera ke rumah beliau namun ia tidak menjumpai para penjaga pintu (sehingga dengan mudah ia masuk), kemudian ia berkata: ‘saya tidak tahu kalau yang berkata tadi adalah Engkau’. Maka beliau bersabda: “ sesungguhnya sabar itu hanya pada benturan pertama”. Dalam riwayat muslim disebutkan: “ wanita itu menangisi anaknya yang baru meninggal” (bukhari 1283 dan muslim 926)
Pelajaran yang terkandung dalam hadits
1.    Anjuran untuk senantiasa wasiyat taqwa kepada seseorang yang dijumpai.
2.    Tidak bersabar dapat mengurangi ketaqwaan.
3.    Dilarang untuk marah kepada orang yang mengingatkan dalam kebaikan.
4.    Saat menerima musibah hendaknya mengucapkan alhamdulillah dan innalillah. Alhamdulillah karena musibah yang diterima bukan hilangnya keimanan. Innalillah karena mengalami musibah baik ditinggal mati keluarganya atau lainnya.
5.    Kesabaran yang teruji adalah bersabar saat musibah terjadi pertama kali, bukan peristiwa beberapa saat, karena dalam beberapa hari musibah itu bisa terlupakan.
6.    Ketawadhuan dan kelembutan Rasulullah shalallu ‘alaihi wa sallam  terhadap orang bodoh.
7.    Senantiasa melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.

8.    Kaum wanita boleh berziarah kubur, karena jika hal itu bentuk kemungkaran, niscaya ia dicegah oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.