Nilai seseorang
ditentukan oleh kualitas ilmu dan etikanya. Sementara tampilan fisik seseorang
akan membuatnya terhormat sebelum ia berbicara. Kalau sudah berbicara, maka
yang membuat seseorang terhormat atau tidak adalah kualitas pembicaraannya
(ilmunya). Artinya, ketika yang ia bicarakan adalah sesuatu ang berbobot maka
orang lain akan segan dan hormat kepadanya, begitu pula sebaliknya.
Terkait dengan hal
tersebut, sebagaimana dikatakan oleh KH. Sya’roni Ahmadi, sesepuh Kudus, “Doa KH.
Bisri Musthofa terhadap anak adalah ‘semoga menjadi anak yang ‘alim
(pandai) dan ‘aqil (terampil, cerdik)’ “. Kalau hanya’aqil maka ia akan
membohongi orang lain, sementara kalau hanya ‘alim maka ia akan selalu
dibohongi. Sedangkan KH. alm. Arwani Kudus selalu berdoa untuk anak ‘semoga ia
menjadi anak yang ‘alim dan barakah’.
Harapannya, jika
anak-anak kita ‘alim serta ‘aqil maka tentunya ia juga shaleh,
yaitu yang selalu memenuhi kewajibannya kepada Allah dan kewajiban terhadap
sesama. Peran satu orang shaleh adalah mampu menolak atau menghindarkan musibah
100 keluarga di lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, muncul permasalahan
terkait dengan banyaknya musibah yang menimpa Negara Indonesia akhir-akhir ini.
Mungkinkah warga Indonesia
yang shaleh jumlahnya jauh lebih sedikit dibanding warga yang selalu berbuat
maksiat sehingga perbandingannya belum mencapai 1 : 100 ? Mari kita introspeksi
diri merenungkan hal ini !